Knowledge-based University

Era pengetahuan telah melahirkan manajemen pengetahuan (MP) yang mampu mentranformasi organisasi pembelajaran menuju organisasi berkelas dunia. Apa sesungguhnya MP itu? Strategis, urgen, dan relevan-kah MP bagi transformasi perguruan tinggi yang Biasa-bisa saja menjadi perguruan tinggi yang Luar Biasa?. Apa hambatan yang dihadapi dalam implementasi? Bagaimana mengatasi hambatan itu? Bagaimana harus memulainya? Tulisan ini berupaya mendekati persoalan tersebut.

Tacit and Explicit Knowledge
Universitas sebagai penjana Ilmu Pengetahuan telah lama bersebati dengan jatidirinya sebagai Menara Gading. Akan tetapi sejak konsep Normalisasi Kehidupan Kampus memudar, maka ia pun bersalin menjadi Menara Obor agar di mata masyarakat keberadaan universitas menjadi lebih bermarwah melalui pemanfaatan Ipteks bagi kemajuan peradaban. Melalui budaya membaca dan berfikir yang khas di kalangan akademisi, sebetulnya modal potensial dalam bentuk: pengalaman, ide, pikiran, pengetahuan, ilmu yang masih dalam pikiran yang belum dikeluarkan dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain sangat lah berlimpah di universitas. Anasir ini dikenal dengan pengetahuan tersembunyi (tacit knowledge) yang sukar diukur (intangible). Sebaliknya, budaya menulis yang diekspresikan (explicit knowledge) dalam bentuk; tulisan, gambar, foto, sketsa, ide, diagram, skema, formula, tabel, dan lain sebagainya sangat mudah diukur (tangible). Bila dikelola secara melembaga, fokus, konsisten dan berkelanjutan, maka dia akan menjadi modal real universitas. Justru kegiatan pendokumentasian, pengkodean, dan pemanfaatannya lebih lanjut menjadi teknologi berdaya saing tinggi umunya belum menjadi academic culture yang mapan. Fenomena ini sangat mudah ditemukenali dari fakta bahwa sebagian besar hasil-hasil Penelitian/Pengabdian di universitas dijumpai dalam bentuk laporan untuk pemerolehan Angka Kredit untuk usulan kenaikan pangkat. Hanya sebagian kecil saja diproses menjadi produk berdaya saing tinggi. Sebab itu, jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia yang masuk kategori berkelas dunia belum signifikan meskipun Indonesia memiliki jumlah perguruan tinggi terbanyak di dunia (2.784 buah; Dikti, 2008).
Jadi MP itu merupakan kesimpulan akhir dari berbagai konsep manajemen yang pernah ada dan sekaligus merupakan sebuah konsep baru yang bersifat menyeluruh dan utuh dengan fokus pada penciptaan dan implementasi pengetahuan dalam organisasi termasuk perguruan tinggi dunia. Perguruan tinggi yang tidak menerapkan MP akan menjadi perguruan tinggi yang terbelakang. Berbeda dengan konsep-konsep efisiensi prosedur, MP di fokuskan untuk menjadi seseorang/sebuah institusi agar menang dalam kompetisinya karena memiliki pengetahuan yang lebih baik daripada kompetitor-nya (Onno W. Purbo, 2008). Isu utama di MP adalah daya saing yang dapat ditingkatkan melalui pengelolaan pengetahuan dengan baik dan efisien secara melembaga. Dalam konsep MP terkini- universitas seyogyanya secara sadar dan komprehensif berupaya mengumpulkan, mengorganisir, menyebarluaskan, menganalisa, dan mentranformasi pengetahuan yang mereka miliki untuk tujuan-tujuan di masa mendatang menjadi produk unggulan universitas tersebut.

Apa hambatannya ?
Ternyata macam-macam hambatan kenapa MP di universitas kurang berkembang dibandingkan di Negera-negara maju. Para peneliti/dosen kurang peduli soal MP karena kurangnya penghargaan pada budaya berbagi pengetahuan. Itu bisa terjadi karena kurang memahami manfaat MP bagi kemajuan universitas. Seringkali juga dijumpai minimnya keahlian mendokumentasikan, menulis, membuat laporan dari suatu aktifitas secara baik, benar, dan bermutu tinggi. Celakanya, memang organisasi universitas seringkali tidak didesain untuk MP, plus tidak ada dana khusus untuk unit yang menangani itu secara kelembagaan. Masih banyak juga yang sama sekali belum pernah memulai MP karena kurangnya tantangan dan komitmen pimpinan universitas. Akan tetapi kesombongan profesi dan disiplin ilmu seringkali membuat orang cuek yang mengiring individu lebih memilih sama-sama kerja ketimbang kerjasama bagi upaya meeujudkan visi universitas.

Bagaimana mengatasi hambatan itu ?
Bila sudah bersepakat hendak memulai, pertama mesti menyediakan waktu untuk memetakan IPTEKS universitas dalam bentuk publikasi, laporan presentasi, gambar foto dll. Ciptakan budaya berbagi pengetahuan (knoweledge sharing) untuk menghasilkan sesuatu yang lebih besar bagi universitas. Bila dikira kompetensi masih minim, perlu adanya pelatihan menulis, membuat laporan, proposal, artikel ilmiah, presentasi dan dokumentasi berstandar dunia. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat (LPPM) harus memiliki tupoksi MP (Manajemen Sumberdaya Ipteks). Tetapi semua akan kehilangan gairah bila tidak ada komitmen dari pimpinan universitas dalam bentuk penyediaan dana, fasilitas dan legalitas terhadap Unit yang melaksanakan MP.

Bagaimana mesti memulai ?
Bila sudah berazam, mulailah melakukan persiapan; Legalitas pembentukan Unit dengan SK Rektor, Tersedianya kebutuhan sarana dan prasarana minimal, dan Terbentuknya struktur organisasi MP. Racik lah lah data base kegiatan akademik, penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Jangan lupa evaluasi diri melalui analisis SWOT. Bila tidak, “Sekali mendayung, Dua Tiga tulang rusuk Patah”. Agar lebih cepat, identifikasi calon mitra potensial & membuat rencana kerjasama dalam kerangka kolaboratif. Selebihnya kerja keras melalui semangat “Sekali Layar Terkembang, Pantang Surut ke Belakang” (Indomitable Spirits). Sisanya adalah kesabaran menanti sebuah hasil sambil terus mengingat tunjuk ajar Craig Karges, “Siapa pun dapat mencapai sesuatu yang luar biasa, karena kita semua memiliki kemampuan yang luar biasa”, karena “Kebesaran universitas adalah karena hasil karya dosen-dosennya” (Sydney Hook).

Katup
Universitas perlu merevolusi cara berfikir ilmuannya dalam kerangkan eksploitasi pengetahuan tersembunyi untuk lebih kreatif mengasilkan produk-produk inovatif sehingga dapat melayani masyarakat secara prima sekaligus memperlihatkan bahwa IQ Universitas (University Innovation Quotient) juga boleh tahan. Walhasil citra (image) di mata publik akan membaik dan kemampuan bersaing di kancah dunia akan diperhitungkan melalui layanan dan produk yang kompetitif. Keanekaragaman Kompetensi Inti ilmuan di Pergruruan Tinggi adalah modal dahsyat bagi menjawab peluang dan cabaran baru yang dihadapi institusi pendidikan tinggi agar dapat memainkan peran sebagai aktor sekaligus reaktor dunia pendidikan tinggi Indonesia dalam pusaran arus globalisasi. ”Learning gives You creativity, Creativity leads You to thinking, Thinking provides You knowledge, and Knowledge makes You GREAT” (Dr.APJ. Abdul Kalam)

Firdaus L.N.
Guru Besar FKIP Universitas Riau, Visiting Professor Universiti Industri Selangor, Malaysia;
mendalami Knowledge Management for Higher Education
di Institute for Socio-cultural Studies (ISOS) University of Kassel, Witzenhausen, Germany.

Leave a comment